Selasa, 28 Juli 2020

Surat Untuk Kau yang Menyia-nyiakanku

Jangan salahkan aku jika pada akhirnya kau tidak bisa melupakanku. Kau yang mengatakannya bahwa kita hanya berteman, tidak lebih, sehingga kau pun memutuskan untuk bersamanya. Namun pada akhirnya kisahmu usai jauh sebelum bayanganmu, yang kau impikan, terjadi. Ternyata ia tidak seperti yang kau bayangkan.

Apa kau tahu betapa keras usahaku untuk menolak perasaan yang sedang tumbuh berkembang ketika tiba-tiba saja kau memutuskan komunikasi kita? Aku menghargai keinginanmu jadi aku menahan diri, sekuat tenaga, agar tidak menghubungimu. Namun ketika rasa itu tak dapat ku tolerir lagi, puncak usahaku hanyalah memandangmu dari kejauhan dan ‘memata-matai’ akun media sosialmu, hanya untuk melegakan dahaga atau keingintahuanku atas apa yang sedang kau lakukan, yang kau rasakan.

Aku merasa sedih, kecewa, hancur, tentu saja. Namun aku akan jadi lebih sedih, lebih kecewa, lebih hancur lagi jika aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Kau milik orang lain, aku mengerti itu, tapi... Kau pasti tahu bagaimana rasanya, sekarang, karena kau sedang dalam keadaan yang sama sepertiku waktu itu.

Tidak mengenakkan bukan?

Jangan katakan apa-apa lagi karena aku sudah sangat akrab dengan perasaan itu. Aku sudah kenyang dengan rasa hambar, kecewa, dan sedih. Aku sudah pernah menjalani waktu-waktu itu hingga tak jarang aku hampir terperosok ke dalam jurang keputus-asaan. Bisa saja aku melawanmu, mengacaukan ketentramanmu, akan tetapi aku tidak ingin mempermalukan diriku sendiri. Aku juga tidak ingin mempermalukan orang yang melahirkanku dan yang membesarkanku jadi, aku manahan diri.

Jangan dikira mudah bagiku untuk sampai di sini. Aku sempat tersesat beberapa kali, mencari pelarian darimu, melupakan perasaan itu, membuangnya.

Usahaku berbuah. Kesabaranku menuntunku padanya. Aku beruntung bertemu dengannya ketika kesulitan itu semakin menjadi. Bagaimana mungkin aku menolaknya yang mempedulikanku padahal aku sudah berupa puing?

Ia membantuku menjadi utuh karena itu ia menjadi tujuanku. Ia hidupku. Dan, sekarang, kau pun harus begitu, menemukan seseorang yang akan membantumu untuk mengumpulkan puing-puingmu yang telah berserakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar